Tentang ENSO
Apa itu El Nino?

Istilah El Niño berasal dari bahasa Spanyol yang artinya ”anak laki-laki”. El Niño awalnya digunakan untuk menandai kondisi arus laut hangat tahunan yang mengalir ke arah selatan di sepanjang pesisir Peru dan Ekuador saat menjelang natal. Kondisi yang muncul berabad-abad lalu ini dinamai oleh para nelayan Peru sebagai El Niño de Navidad yang disamakan dengan nama Kristus yang baru lahir. Menghangatnya perairan di wilayah Amerika Selatan ini ternyata berkaitan dengan anomali pemanasan lautan yang lebih luas di Samudera Pasifik bagian timur, bahkan dapat mencapai garis batas penanggalan internasional di Pasifik tengah.

Apa itu La Nina?

Berkebalikan dengan El Nino, La Niña merupakan kejadian anomali iklim global yang ditandai dengan keadaan suhu permukaan laut (SPL) atau sea surface temperature (SST) di Samudra Pasifik tropis bagian tengah dan timur yang lebih dingin dibandingkan suhu normalnya. Kondisi ini biasanya diikuti dengan berubahnya pola sirkulasi Walker (sirkulasi atmosfer arah timur barat yang terjadi di sekitar ekuator) di atmosfer yang berada di atasnya dan dapat mempengaruhi pola iklim dan cuaca global. Kondisi La Niña ini dapat berulang dalam beberapa tahun sekali dan setiap kejadian dapat bertahan sekitar beberapa bulan hingga dua tahun.

Pengaruh/ dampak El Nino/ La-Nina terhadap Indonesia

La Niña dan El Nino memberikan dampak yang beragam di wilayah Indonesia, terutama dampak terhadap curah hujan bulanan dan musiman. Pada bulan Juni-Juli-Agustus (JJA), La Niña menyebabkan peningkatan curah hujan di hampir di sebagian besar wilayah Indonesia. Pada bulan September-Oktober-November (SON), La Niña berpengaruh pada meningkatnya curah hujan di wilayah tengah hingga timur Indonesia, sedangkan pada Desember-Januari-Februari (DJF), dan Maret-April-Mei (MAM), La Niña berpengaruh pada meningkatnya curah hujan di wilayah Indonesia bagian timur. Peningkatan curah hujan saat La Niña umumnya berkisar 20-40% lebih tinggi dibandingkan curah hujan saat tahun Netral. Namun, terdapat juga beberapa wilayah yang mengalami peningkatan curah hujan lebih dari 40%. Pada periode puncak musim hujan (DJF), La Niña tidak memberikan dampak peningkatan curah hujan di wilayah Indonesia bagian tengah dan barat sebagai akibat interaksinya dengan sistem monsun.

Salah satu contoh La Niña kuat terjadi pada tahun 2010. Curah hujan rata-rata tiga bulanan di Indonesia saat itu umumnya masuk kategori di atas rata-ratanya (Gambar 6). Beberapa wilayah di Indonesia bahkan mengalami curah hujan tinggi yang ekstrem tinggi (extremely high rainfall), terutama pada periode Maret – April – Mei (MAM) hingga September – Oktober – November (SON) di Sumatera bagian selatan, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Sulawesi, Maluku dan sebagian Kalimantan.

Berkebalikan dengan La Nina, El Nino Pada bulan Juni-Juli-Agustus (JJA) dan September-Oktober-November (SON) menyebabkan penurunan curah hujan di hampir seuruh wilayah Indonesia. Pada Desember-Januari-Februari (DJF), El Nino umumnya berpengaruh pada menurunnya curah hujan di wilayah Indonesia bagian tengah dan timur. Sedangkan pada Maret-April-Mei pengaruh El Nino pada curah hujan sangat beragam di berbagai wiayah di Indonesia. El Niño kuat dalam sejarah juga tercatat pernah terjadi pada tahun 1997. Curah hujan tiga bulanan di Indonesia mengalami pengurangan yang sangat drastis sebagai dampak dari kejadian ini dan umumnya jauh lebih rendah dibandingkan rata-ratanya (Gambar 8). Beberapa wilayah Indonesia terutama di Jawa, Bali hingga Nusa Tenggara, sebagian Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan Papua bahkan mengalami curah hujan yang sangat rendah (extremely low rainfall) sepanjang tahun El Niño itu

Apakah saat El Nino tidak akan ada hujan sama sekali?

El Nino memang berpengaruh dalam menurunkan curah hujan di wiayah Indonesia, terutama pada periode musim Juni-Juli-Agustus (JJA) dan September-Oktober-November (SON) hingga >40%. Namun, di beberapa wilayah Indonesia mengalami peningkatan curah hujan di periode Desember-Januari-Februari (DJF) dan Maret-April-Mei (MAM) meskipun sedang El Nino. Sehingga tidak dapat disimpulkan bahwa saat El Nino tidak akan terjadi hujan sama sekali namun terdapat penurunan curah hujan >40%.

Apakah saat La-Nina tidak ada kemarau?

Saat La Nina, sebagian besar wiayah Indonesia mengalami peningkatan curah hujan sebanyak 20-40% pada periode Juni-Juli-Agustus (JJA) dan September-Oktober-November (SON). Sedangkan pada periode Desember-Januari-Februari (DJF) dan Maret-April-Mei (MAM) sebagian wilayah barat Indonesia mengalami peningkatan curah hujan karena pengaruh angin monsun. Namun demikian bukan diartikan tidak ada kemarau sama sekali, hanya saja terjadi peningkatan curah hujan dalam periode tersebut sehingga seringkali disebut sebagai kemarau basah.

Bencana apa saja yang mungkin terjadi saat kondisi La-Nina/ El-Nino

Bencana yang mungkin terjadi saat La Nina atau El Nino secara umum adalah bencana-bencana hidrometeorologi. Dengan adanya peningkatan curah hujan saat La Nina, kemungkinan bencana yang dapat terjadi adalah banjir, banjir bandang, tanah longsor, angin kencang, puting beliung, bahkan badai tropis. Sedangkan saat El Nino kemungkinan bencana yang terjadi adalah kekeringan dan kebakaran lahan/hutan. Perlu diperhatikan bahwa kekeringan berkepanjangan akan berdampak lebih jauh lagi pada pertanian, perekonomian dan sosial.